Los Angeles, Mikiran Yayat
Akting gemilang aktris kawakan Meryl Streep di film “The Iron Lady” berhasil membuahkan piala Oscar. Sebagaimana yang sudah diprediksikan oleh pengamat film dan tukang rental CD di seluruh dunia, peran Meryl Streep sebagai mantan perdana menteri Inggris – Margaret Thatcher, diunggulkan menjadi pemenang katagori aktris terbaik Oscar tahun ini . Film “Iron Lady” diangkat dari kisah perjalanan hidup perdana menteri wanita pertama Inggris yang dijuluki “wanita besi”. Walaupun tidak ada dalam catatan sejarah Margaret Thatcher itu turunan orang Panjalu yang banyak jadi pengusaha besi rongsok di pasar Jatayu, namun film ini memberi penanda yang jelas pada fase-fase penting perjalanan hidup dan karir politik Thatcher. Anda yang se-jaman dengan Menteri Penerangan Harmoko menyampaikan laporan khusus, akan merasa waas dan teringat acara “Dunia dalam Berita” TVRI, saat melihat cuplikan-cuplikan film hitam putih di film ‘Iron Lady’ tentang perang Malvinas antara Inggris melawan Argentina. Pikiran Anda akan terkenang ke masa kejayaan anda dulu saat memangkas rambut dengan potongan buuk Duran – duran yang jadi kojo buat menggaet nona-nona di era 80’an. Anda pun akan disadarkan bahwa Malvinas itu bukan cuma nama warung baso. Malvinas pun bukan sekedar 'malu – malu tapi ganas' seperti yang ternukil dalam lagu ciptaan Obbie Messakh yang dibawakan Heidy Diana. Anda juga akan kembali diingatkan bahwa setelah laporan khusus Harmoko, ada acara yang selalu anda nanti-nanti meski harus menahan tunduh jeung lelengutan nungguan Harmoko pidato, yaitu acara “Kamera Ria” dan “Aneka Ria Safari” yang dibawakan artis-artis Safari dibawah asuhan Edi Soed.
Peran watak Meryl Streep memang selalu memukau. Melampaui akting muka lempeng Harmoko di 'Laporan Khusus' yang bisa membuat pemirsa aral dan putus asa berharap ‘Laporan Khusus’ dan Harmoko segera berakhir. Dalam Nominasi peraih Oscar, Meryl Streep nyaris tidak punya lawan sepadan. Mungkin aktingnya Paramitha Rusady yang penuh penghayatan di sinetron ‘Jangan Bubut Suamiku’ yang terkenal di era 90’an, bisa dinilai mendekati. Walau masih diperdebatkan apakah yang dibubut Suaminya Paramitha Rusady itu kusen panto atau malah ngabubut beusi as roda beca nu nyengled sabeulah? Latar belakang kisah ‘The Iron Lady’ sendiri akan menggali banyak pertanyaan bagi pemirsanya. Namun hal itu tertutupi oleh akting Streep yang gemilang memerankan Tatcher si wanita besi . Pertanyaan yang bergelayut di benak penonton semisal : apakah benar Margaret Thatcher itu punya hubungan nini ti gigir dengan Haji Sobur pengusaha beusi rongsok asal Panjalu di Pasar Jatayu? Atau masih ada hubungan pancakaki kah Tatcher sang iron lady, dengan Bi Ijoh tukang ngistrika baju di kos-kosan Jatinangor? Begitu pula dengan pertanyaan setrikaan merek apa yang dipakai sang Iron Lady buat ngistrika jas blazer yang dia pakai untuk bertemu Ratu Elizabeth, juga kabaya jeung samping kebat yang dia pakai untuk bertemu Ratu Pantai Selatan? Pertanyaan–pertanyaan tersebut tidak digali lebih dalam oleh pembuat skenario film ini, karena memang daripada cape-cape menggali cerita lebih baik menggali sumur artesis nu hasilna geus puguh mangfaat keur jaman kiwari nu keur hese cai.
Dari sisi sinematografis “The Iron Lady” sangat cekas dan bengras. Jangan bandingkan kualitas gambarnya dengan video klip Darso yang dibikin dengan handycam di terminal Soreang. Meskipun secara ending video klip Darso jauh lebih dramatis karena sehabis syuting semua yang terlibat dalam proses produksi langsung digelandang ku Tibum akibat dianggap mengganggu ketertiban umum. Namun “The Iron Lady” pun menyajikan banyak sisi dramatis tentang gambaran Margaret Tacher di masa tuanya yang kerap merasa kesepian dan sering berhalusinasi. Si Wanita besi yang dulunya jagjag waringkas jeung tara kumeok memeh dipacok, justru digambarkan sangat rapuh di masa tuanya. Dulu, jangankan jeger Cicadas, Presiden Argentina pun diajak perang oleh Tatcher. Namun di masa tuanya Tatcher berbalik 180 derajat. Bisa jadi itu pesan utama yang ingin disampaikan film ini , yaitu kudu mikanyaah ka kolot. Najan ayeuna pas keur ngora urang jagjag waringkas jeung gagah kawentar gelap. Ulah osok popoyok ka Nini Oyoh nu huntuna ompong, jeung moyok ka Aki Omo nu leumpangna rampeol. Da enke geus kolot mah urang sarerea bakal sarua kitu oge.